Jakarta, 3 Desember 2024 – Harga Bitcoin terus mencatatkan performa luar biasa sepanjang tahun 2024, meningkat sebesar 129% secara year-to-date (YTD). Pada perdagangan terkini, Bitcoin (BTC) berada di angka Rp1,52 miliar, mendekati level psikologis Rp1,59 miliar atau sekitar US$100.000. Lonjakan ini didorong oleh kombinasi faktor seperti halving April 2024, kondisi makroekonomi global, serta minat investor institusional.

Halving Bitcoin pada April lalu, yang mengurangi hadiah blok menjadi 3,125 BTC, menjadi salah satu pemicu utama kenaikan harga. Sejarah mencatat bahwa halving sering kali memicu lonjakan harga akibat penurunan suplai. Sejak saat itu, harga Bitcoin naik lebih dari 85%, menembus Rp1,51 miliar (sekitar US$95.000) pada awal Desember.

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, melihat tren ini sebagai cerminan optimisme pasar yang kuat. “Halving menciptakan efek domino yang tidak hanya menggerakkan pasar, tetapi juga meningkatkan minat investor terhadap Bitcoin sebagai aset pelindung nilai, terutama di tengah ketidakpastian global. Namun, perlu diingat bahwa volatilitas masih menjadi tantangan besar,” ujarnya.

Faktor Pendorong Utama

Selain dampak halving, status Bitcoin sebagai “emas digital” di tengah kekhawatiran inflasi dan ketidakpastian geopolitik telah menarik perhatian investor. Pemilihan Presiden AS yang membawa kebijakan ramah kripto juga turut memperkuat sentimen positif.

Di pasar berjangka, kontrak Bitcoin Futures di Chicago Mercantile Exchange (CME) telah dua kali menembus angka Rp1,59 miliar (US$100.200), memberikan harapan bahwa harga spot Bitcoin akan segera menyusul.

Analisis Harga Bitcoin (BTC). Sumber: Tokocrypto.

Namun, data on-chain menunjukkan potensi konsolidasi jangka pendek. Relative Strength Index (RSI) Bitcoin berada di angka 61, mendekati wilayah overbought, mengindikasikan kemungkinan tekanan jual dalam waktu dekat.

Target Rp1,59 Miliar: Tantangan dan PeluangBatas harga Rp1,59 miliar (US$100.000) tidak hanya menjadi level psikologis penting, tetapi juga indikator sentimen pasar secara keseluruhan. 

Meski demikian, upaya BTC untuk menembus US$100.000 masih menghadapi tantangan. Salah satu hambatan utama adalah arus keluar mingguan dari ETF BTC-spot AS, meskipun November mencatat rekor arus masuk bulanan sebesar US$6,68 miliar. BlackRock, melalui iShares Bitcoin Trust (IBIT), mendominasi pasar dengan kontribusi arus masuk sebesar US$5,33 miliar.

Tren positif ini menunjukkan perubahan signifikan dalam keseimbangan permintaan-penawaran BTC, didukung oleh antisipasi pembaruan regulasi di AS yang memicu lonjakan pengajuan ETF kripto-spot baru. Dalam konteks ini, meski harga BTC telah mencapai US$99.318 pada November, aksi ambil untung oleh investor memunculkan kebutuhan untuk fase akumulasi ulang sebelum BTC dapat menembus level US$100.000 secara berkelanjutan.

Menurut Fyqieh, keberhasilan Bitcoin menembus level ini akan memberikan momentum baru bagi pasar kripto. “Jika Bitcoin berhasil mempertahankan harga di atas Rp1,59 miliar, ini bisa menjadi sinyal kuat untuk musim bullish berikutnya. Namun, rotasi investor ke altcoin juga bisa menjadi tantangan tersendiri,” jelasnya.

Prospek ke Depan

Para analis optimistis terhadap masa depan Bitcoin, dengan proyeksi harga mencapai Rp1,75 miliar (US$110.000) pada awal 2025. Namun, risiko seperti perubahan regulasi dan tekanan jual dapat mempengaruhi perjalanan harga.

“Pasar Bitcoin saat ini masih sangat sensitif terhadap perubahan sentimen. Jadi, meskipun prospek jangka panjang tetap positif, investor harus tetap waspada terhadap potensi koreksi mendadak,” tambah Fyqieh.

Apakah Bitcoin mampu menembus level Rp1,59 miliar dan melampaui ekspektasi? Semua mata kini tertuju pada pasar kripto yang terus bergejolak.

Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES